Pengembangan Afektif (Cooperation) pada Teori Piaget

Menurut Piaget, anak pada usia 7 tahun akan memasuki tahap operasional konkret, dimana anak sudah mampu berpikir rasional, seperti penalaran untuk menyelesaikan suatu masalah yang konkret (aktual). Namun, bagaimanapun juga dalam kemampuan berpikir mereka masih terbatas pada situasi nyata. Pada bagian dibawah ini lebih pada pengembangan afektif dalam lingkup interaksi anak atau kerjasama.

Perkembangan kognitif dan Perkembangan afektif tidak dapat dipisahkan. Jadi, ketika perkembangan kognitif dan perkembangan afektif dikonsep secara independen, tidak dapat dipungkiri bahwa diantara keduanya terdapat kesejajaran yang jelas. Pada tahap operasional konkrit, penalaran dan pikiran memperoleh stabilitas yang lebih besar dari pikiran praoperasional. Kemampuan penalaran menjadi semakin logis dan kurang tunduk pada pengaruh oleh kontradiksi persepsi. Reversibilitas pikiran (kemampuan mengubah arah berfikir kembali ke titik awal) dan bantuan de-centering (anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya) membawa konsistensi dan konservasi (kemampuan pemikiran logis) pada penalaran operasional konkrit anak.

Faktor-faktor ini mempengaruhi tidak hanya penalaran kognitif tetapi juga penalaran afektif. Selama tahap operasional konkrit, afeksi memperoleh ukuran stabilitas dan konsistensi yang tidak hadir sebelumnya.

Selama tahap operasi konkrit, reversibilitas muncul dalam penalaran afektif anak. Asal-usul reversibilitas dalam lingkup afektif tampak dalam tahap praoperasional. Pada saat itu, perasaan tidak sepenuhnya "di konservasi", dan afeksi bersifat prenormative; tetapi karena perasaan sehari-hari bisa diwakili dan di ingat, perasaan tidak lagi berhubungan.

Pada usia sekitar 7 atau 8 tahun, muncul konservasi perasaan dan nilai-nilai. Anak-anak menjadi mampu menyelaraskan pikiran afektif mereka dari satu peristiwa ke yang lain. Apa yang dilestarikan atau dipertahankan, dari waktu ke waktu, adalah beberapa aspek dari perasaan masa lalu. Pemikiran afektif sekarang dapat dibalik (reversible). Masa lalu bisa dijadikan sebagai bagian dari penalaran saat ini melalui kemampuan untuk membalikkan dan melestarikan. Contoh konkritnya, menambah dan mengurang merupakan operasi yang sama dilakukan dengan arah yang berlawan, 2+1=3, 3-1=2.

Piaget menyarankan bahwa interaksi sosial selama tahap praoperasional mendorong pengembangan konservasi perasaan.

....... kehidupan sosial memerlukan pemikiran untuk memperoleh hasil tertentu. Untuk dapat terjadi, aktivitas mental tidak lagi dapat diwakili dalam hal simbol khusus seperti fantasi yang lucu (simbol permainan) akan tetapi harus dinyatakan dalam penanda universal seperti tanda linguistik (bahasa). Keseragaman dan konsistensi ekspresi yang diberlakukan oleh kehidupan sosial memegang peranan besar, oleh karena itu, dalam pengembangan struktur intelektual dengan konservasi dan invarian; hal itu akan menyebabkan transformasi analog (perubahan yang sama) dalam domain perasaan. Akibatnya, performansi (hasil) jelas kurang dari perasaan spontan yang akan muncul dengan sosial dan terutama, perasaan moral .....

Menyukai orang lain adalah perasaan yang bervariasi selama itu spontan dan terkait dengan situasi tertentu. Hal ini menjadi langgeng dan dapat diandalkan ketika perasaan semi-kewajiban ditambahkan.

Dalam bab terakhir afeksi praoperasional adalah prenormative. Meskipun tidak sepenuhnya memenuhi salah satu dari tiga kriteria untuk menjadi normatif: (1) dapat di generalisasi, (2) yang bertahan, dan (3) yang terkait dengan otonomi. Selama tahap operasional konkrit, kriteria ini terpenuhi sebagai kemampuan penalaran afektif anak-anak menjadi "operasional." Dengan cara yang sama bahwa reversibilitas mengarah ke logika penalaran, yang mengarah ke logika afektif. Operasi yang dapat dibalik muncul dalam domain afektif.

Untuk lebih memahami keyakinan Piaget tentang perkembangan afektif selama tahap operasional konkret, penting untuk memahami konsepnya tentang kehendak dan otonomi.

Kehendak (Keinginan)

Piaget menegaskan bahwa "analog afektif operasi intelektual ditemukan dalam tindakan “kehendak". Dia melihat kehendak sebagai skala permanen dari nilai yang dibangun oleh individu dimana ia merasa berkewajiban untuk mematuhinya. Kehendak mengasumsikan peran sebagai pembuat aturan (self-regulation) dari afektif dan dengan mekanisme nilai yang dikonservasi. Dalam kegiatan kognitif, konflik antara pengalaman persepsi dan penalaran logis diatur melalui konservasi, kemampuan untuk mempertahankan kepatuhan dalam menghadapi perubahan secara logis yang tidak relevan. Demikian pula, konflik antara impuls afektif diatur oleh kehendak selama kehendak itu berada di tempatnya, nilai-nilai dapat dinyatakan pada dorongan yang bertentangan, meskipun dorongan mungkin lebih kuat pada satu titik dari nilai dan kehendak.

Menurut Piaget, terdapat sejumlah faktor pendorong terhadap pengembangan secara bertahap dari kehendak. Salah satu faktor, yang telah disebutkan, adalah tuntutan dari pengalaman sosial, yang mendorong konsistensi dalam jiwa afektif. Perilaku yang memiliki kesinambungan diperkuat oleh orang lain lebih dari perilaku yang tidak konsisten. Selain itu, pengalaman afektif dan perasaan sekarang dilestarikan. Pada saat saat tertentu, bekas-bekas afektif, diwakili dalam memori dan saaat ini, merupakan bagian dari penalaran afektif. Pengalaman afektif dari masa lalu tidak bisa lagi diabaikan. Kesadaran akan perasaan masa lalu dan sekarang dapat menyebabkan keputusan afektif yang berbeda dari kesadaran perasaan saat ini.

Otonomi (kemampuan untuk membuat keputusan sendiri

Otonomi berarti yang diatur oleh diri sendiri, bukan oleh orang lain (Kamii 1982). penalaran Otonomi adalah penalaran sesuai dengan set yang dibangun sendiri dari norma-norma. Lebih bersifat Mengevaluasi ketimbang otomatis menerima nilai-nilai yang dilakukan orang lain. Selain itu, penalaran otonom menganggap orang lain serta diri/ seperti dirinya sendiri (as the self).

Selama tahap praoperasional, anak-anak melihat dan menerima aturan yang diturunkan dari beberapa otoritas yang lebih tinggi seperti orang tua, Tuhan, dan otoritas tinggi lainnya. Keadilan dipandang hidup dengan aturan-aturan tersebut. Moralitas anak di tingkat praoperasional adalah salah satu ketaatan. Anak-anak praoperasional tidak memikirkan tentang apa yang benar atau salah. Bagi mereka, apa yang benar atau salah adalah yang telah ditentukan (otoritas) dan tidak tunduk pada penilaian mereka sendiri. Sangat sedikit interaksi kerjasama, dan yang mendominasi hanyalah ketaatan.

Sekitar usia 7 atau 8, anak-anak mulai mampu membuat evaluasi moral mereka sendiri. Artinya, mereka mulai memikirkan tentang "kebenaran" atau "ketidaktepatan" tindakan dan efek dari tindakan pada orang lain. Ini, tentu saja, tidak berarti bahwa pemikiran mereka tentu benar; itu berarti bahwa mereka mulai berubah dari moralitas ketaatan kepada nilai-nilai yang baru dibangun untuk moralitas kerjasama dan evaluasi.

Saling menghormati adalah agen dalam pengembangan pemikiran otonom yang muncul selama tahap ini. Sampai sekitar usia 7 atau 8 tahun, anak-anak menganggap orang dewasa dengan hormat secara sepihak (menghormati otoritas). Moralitas anak-anak merupakan salah satu dari ketaatan. Saling menghormati adalah rasa hormat antara "sesama." Anak-anak dapat mengembangkan sikap menghormati sesama setelah mereka berhasil untuk melihat cara pandang orang lain.

Orang mungkin menduga bahwa saling menghormati muncul dari tekanan sosial dan pengalaman. Piaget memiliki pendapat yang berbeda, bahwa pengalaman sosial tidak cukup menjelaskan perkembangan ini. Meskipun terdapat perbedaan, masyarakat dewasa biasanya mendorong anak-anak untuk menerima tindakan hormat sepihak untuk kepentingan otoritas orang dewasa.

Orang tua dan guru melihat dengan jelas indikator pengembangan otonomi anak mulai dari konflik dengan orang dewasa seperti mana yang adil dan benar. Seperti halnya anak berumur tujuh tahun yang mengeluh, mengklaim kurangnya keadilan, dimana kakak memiliki sepotong kue yang lebih besar atau begadang dan terjaga diatas jam tidur sering menunjukkan penalaran otonomi.

Otonomi belum sepenuhnya dikembangkan selama tahap operasional konkret. Perasaan otonom awal anak-anak sering datang dari sudut pandang mereka sendiri (egosentris/ kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain). Anak yang sama dalam contoh di atas yang menunjukkan beberapa penalaran otonom ketika berhadapan dengan orang dewasa mungkin tidak menunjukkan ketika berhadapan dengan saudara atau teman sebaya, kecuali ada saling menghormati. Pengembangan lebih lanjut diperlukan sebelum anak menjadi mampu mengambil semua faktor yang relevan menjadi pertimbangan dan memutuskan tindakan yang terbaik bagi semua pihak dan bukan hanya untuk diri mereka sendiri.

Dengan perkembangan kehendak dan otonomi, pergeseran menjadi jelas dalam konsep aturan anak-anak, kebetulan, berbohong, keadilan, dan penalaran moral.

Aturan

Selama tahap sensorimotor, anak-anak tidak memiliki konsep aturan untuk games atau permainan. Selama tahap praoperasional, anak-anak menjadi sadar akan aturan dan permintaan dari orang lain, kepatuhan keras dengan aturan. Mereka melihat aturan sebagai tetap dan permanen, dan ketika mereka bermain game, mereka bermain untuk "menang."

Biasanya usia sekitar 7 atau 8 tahun (tahap awal operasional konkret dari penalaran), anak-anak mulai memahami pentingnya aturan dari permainan. Kerjasama pun mulai muncul. Aturan tidak lagi dilihat sebagai sebagai sesuatu yang mutlak dan tidak dapat diubah. Anak-anak biasanya mengembangkan gagasan bahwa aturan permainan dapat diubah jika semua menyetujui perubahan tersebut. Anak-anak mulai mencoba untuk memenangkan (tindakan sosial) sementara ia masih menyesuaikan dengan aturan permainan.

Dalam upaya untuk memenangkan, anak berusaha mencoba cara diatas semua untuk bersaing dengan pasangannya sambil mengamati aturan umum. Kesenangan tertentu dari permainan berhenti menjadi tegang [tahap 1] dan egosentris [tahap 2] dan menjadi sosial.

Untuk anak yang mulai menunjukkan kerjasama, tujuan dari permainan ini adalah tidak lagi untuk mengetuk kelereng keluar dari lingkaran atau persegi tetapi untuk menang (dalam arti yang kompetitif).

Sementara kerjasama ini terbukti dalam Tahap 3, anak-anak biasanya tidak tahu (belum dibangun) aturan permainan secara detail, dan banyak perbedaan (ketidaksesuaian) yang jelas dalam laporan anak-anak tentang apa aturan itu. Kurangnya kesepakatan tentang aturan dan penekanan pada pemenang dapat diamati secara nyata pada kelompok anak-anak muda yang terlibat dalam permainan. Jika diizinkan, mereka akan menghabiskan lebih banyak waktu berdebat tentang apa aturannya, dalam upaya untuk menang, daripada menghabiskan waktu untuk bermain game.



Kecelakaan dan Kecanggungan

Sebelumnya telah dicatat bahwa anak-anak praoperasional tidak dapat mempertimbangkan maksud orang lain dalam penilaian mereka tentang kecelakaan. Dengan demikian anak praoperasional yang sengaja menabrak orang lain biasanya memandang tabrakan sebagai kesengajaan daripada kebetulan. Demikian pula, Anak yang memecahkan 15 cangkir lebih nakal dari anak yang hanya memecahkan satu cangkir, terlepas dari niat(maksud) masing-masing anak. Lima belas cangkir rusak lebih buruk dari satu.

Sekitar usia 8 atau 9, ciri anak yang mengembangkan operasi konkrit mulai mengembangkan kemampuan untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain. Dengan kemampuan ini, maksud (niat) mulai dipahami dan dipertimbangkan ketika membuat penilaian. Maksud (niat) menjadi lebih penting ketimbang konsekuensi dari tindakan. Anak laki-laki yang memecahkan 15 cangkir secara tidak sengaja tidak lagi dipandang "buruk" ketimbang anak laki-laki yang memecahkan satu cangkir melakukan sesuatu dia diberitahu untuk tidak melakukannya.

Sayangnya, pandangan Piaget pemahaman anak-anak dari kecelakaan tidak menawarkan harapan bahwa anak-anak dapat "diajarkan" untuk memahami maksud anak-anak lain. Pemahaman maksud tidak dapat "diajarkan" untuk anak-anak melalui metode verbal. Menurut Piaget, setiap anak harus membangun konsep diluar interaksi aktif dengan orang lain. Teman sangat penting dalam proses ini. Sampai anak menjadi mampu mengambil sudut pandang orang lain, ia tidak bisa membangun konsep intensionalitas. Temuan Piaget membantu kita untuk memahami tanggapan anak-anak untuk kecelakaan dan kecanggungan orang lain, tetapi mereka tidak memecahkan masalah apa yang harus dilakukan tentang perilaku tersebut.



Kebohongan

Dalam tahap operasional, anak melihat kebohongan sebagai sesuatu yang tidak benar. Hal tersebut tidak berlaku hingga sekitar usia 10 atau 11 tahun dimana anak-anak mulai mempertimbangkan maksud-maksud ketika menilai apakah suatu tindakan tertentu adalah kebohongan. Pada tingkat ini, ketidakbenaran yang tidak dimaksudkan untuk menipu tidak secara otomatis dinilai sebagai kebohongan.

Konsep dari kebohongan orang dewasa sangat berbeda dari operational anak. Tersirat dalam perbedaan ini adalah bahwa sebagian besar anak-anak tidak dapat memahami konsepsi orang dewasa tentang kebohongan sebelum mengembangkan pemikiran operasional konkret tengah. Bahkan jika mereka ingin, anak kecil tidak bisa membuat penilaian seperti penilaian orang dewasa tentang kebohongan.

Keadilan

Penelitian Piagets mengungkapkan bahwa konsep anak-anak terhadap keadilan berubah seiring mereka berkembang. Anak praoperasional menganggap aturan sebagai tetap dan tidak berubah. Selama tahap operasional konkret, anak-anak berkembang dengan baik, meskipun sedikit terbatas pada pemahaman terhadap hukum dan aturan. Mereka mulai mempertimbangkan peranan “maksud” dalam memutuskan hal.

Seperti halnya ketika seorang gadis muda menyangkal penggunaan benda-benda yang tersebar di seluruh kamarnya setelah diperintahkan untuk membersihkannya namun tidak melakukannya. Hukuman dalam hal ini tidak sembarangan (semena-menanya); hal ini menghasilkan hubungan dengan perilaku yang dapat dihukum.

Selama anak-anak berkembang dengan efektif, perubahan dapat dilihat pada penalaran moralnya. Perkembangan normatif mempengaruhi kemauan, dan penalaran otonom mempengaruhi moral dan kehidupan efektif dari anak operasional konkret. Anak-anak mengembangkan kemampuan untuk "mengadapasi pandangan orang lain," mempertimbangkan maksud, serta lebih baik beradaptasi dengan dunia sosial.

RINGKASAN

Tahap operasi konkrit adalah masa transisi antara pikiran praoperasional dan pemikiran formal (logis). Selama tahap operasional konkret, anak mencapai penggunaan operasi logis sepenuhnya untuk pertama kalinya. Pemikiran tidak lagi didominasi oleh persepsi, dan anak mampu memecahkan masalah yang ada atau telah ada berdasarkan pengalaman nya.

Anak pada tahap operasi konkrit dapat mengasumsikan sudut pandang orang lain, dan bahasa lisan adalah sosial dan komunikatif. Operasi intelektual penting yang berkembang adalah seriation dan klasifikasi yaitu operasi konkret yang melibatkan stimulus pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif (seperti panjang). Contoh : seoprang guru meletakkan delapan batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid untuk mengurutkan batang itu berdasarkan panjangnya. Pemikir operasional konkret dapat secara bersamaan memahami bahwa setiap batang harus lebih panjang dari batang sebelumnya atau batang sesudahnya harus lebih pendek dari sebelumnya.

Berangkat dari penjelasan singkat atas tahap pengembangan anak yang penulis paparkan sebelumnya dan walaupun secara teoritis sangat menjanjikan, terdapat beberapa kelemahan dari teori piaget seperti (1) Pemikiran anak tidak se konsisten seperti yang piaget sarankan pada teorinya (2) Balita dan anak kecil pada kenyataannya lebih kompeten dari yang Piaget tahu,dan (3) Piaget mungkin baik dalam menggambarkan proses tapi seperti kehilangan sense ketika berbicara mengenai realisasinya (operasinya).


  • Pengembangan Afektif (Cooperation) pada Teori Piaget
  • Ikrar D'tenjersey
  • Kamis, 29 Desember 2016
  • Tidak ada komentar:
 
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar