BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Teori-teori belajar bermunculan seiring dengan
perkembangan teori psikologi. Salah satu diantara teori belajar yang terkenal
adalah teori belajar behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike,
Watson dan lain-lain. Dikatakan bahwa, teori-teori belajar hasil eksperimen
mereka secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan
timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teori tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya
pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behaviorisme
itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia
memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian
diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa
menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan
dengan kata hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku
hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik
dan psikis antara manusia dan hewan. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai
kelemahan teori behaviorisme.
Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori
behaviorisme dapat diambil suatu pertanyaan, “Upaya apa yang akan dilakukan
oleh para ahli psikologi pendidikan dalam mengatasi kelemahan teori
tersebut ?’’Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.
Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk
mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai
literatur, ditemukan bahwa para ahli telah menemukan teori baru tentang belajar
yaitu teori belajar kognitif yang lebih mampu meyakinkan dan menyumbangkan
pemikiran besar demi perkembangan dan kemajuan proses belajar sebagai
lanjutan dari teori behaviorisme tersebut.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana Pengertian Psikologi Kognitif itu ?
2.
Bagaimana Perkembangan Kognitif itu ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat
menjelaskan/mendeskripsikan
1. Pengertian Psikologi Kognitif!
2. Perkembangan Kognitif!
BAB II
PEMBAHASAN
Psikologi Kognitif merupakan salah satu
cabang dari psikologi umum yang mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala
kehidupan mental atau psikis yang berkaitan dengan cara manusia berfikir,
seperti dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan yang masuk melalui
penginderaan, menghadapi masalah atau problem untuk mencari suatu penyelesaian,
serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan
dalam menghadapi tunututan hidup sehari-hari.
Cabang ilmu psikologi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang bersifat kognitif dan terkait dengan proses belajar mengajar di sekolah, yang memiliki hubungan erat dengan psikologi belajar, psikologi pendidikan dan psikologi pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman tentang proses belajar tidak hanya menerangkan mengapa siswa berhasil dalam proses balajar, tetapi juga membantu untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam prose situ dan sekali terjadi kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya.
Kehidupan mental atau psikis mencakup gejala-gejala kognitif, efektif, konatif sampai pada taraf psikomotis, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Gejala-gejala mental-psikis ini dapat dibedakan dengan yang lain dan dijadikan objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara total yang satu dari yang lainnya. Oleh karena itu, psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang khas kornitif, tetapi juga meninjau aspek kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti apa penafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan (afektif) dan keputusan kehendak (konatif). Siswa disekolah berperasaan sambil belajar dan berkehendak serta bermotivasi sambil belajar, dapat diselidiki dengan cara bagaimana berfikir dalam berbagai wujudnya ikut megnambil bagian dalam berperasaan dan berkehendak. Namun, dalam bagian ini tekanan diberikan pada analisis tentang cara berfikir itu sendiri karena perilaku internal inilah yang paling mendasar dalam belajar di sekolah.
Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka
berkembang pula cara-cara mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk
domain kognitif. Salah satu perkembangan yang menarik ádalah revisi “Taksonomi
Bloom“ tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl (dalam
wowo 1999) merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi,
yaitu: proses kognitif dan pengetahuan. Dimensi pengetahuan berisi empat
kategori, yaitu Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif, Dimensi
proses kognitif terdiri dari Mengingat, Pemahaman, Penerapan, Analisis,
Evaluasi dan Membuat. Kesinambungan yang mendasari dimensi proses kognitif
diasumsikan sebagai kompleksitas dalam kognitif, yaitu pemahaman dipercaya
lebih kompleks lagi daripada mengingat, penerapan dipercaya lebih kompleks lagi
daripada pemahaman, dan seterusnya.
Memahami
perkembangan kognitif sangatlah
diperlukan bagi seorang pengajar dan orang tua. Maka dari itu Situs Belajar Psikologi Mengangkat sebuah judul
"perkembangan Kognitif". Sebelum membahas lebih jauh mengenai
perkembangan kognitif dan Tahapannya, mari kita mengenal dulu siapa penemu teori Psikologi ini.
Jean Piaget adalah seorang tokoh besar di bidang psikologi perkembangan terutama dalam bidang perkembangan kognitif anak. Dijelaskan oleh Piaget, dalam memahami dunia mereka secara aktif anak-anak menggunakan skema yaitu sebuah konsep di dalam pikiran seseorang yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengartikan informasi yang didapat dan dapat membantu untuk menginterpretasi dan memahami dunia. Skema bisa berupa skema sederhana maupun skema yang sudah kompleks. Ada dua buah proses yang bertanggung jawab atas cara anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka, yaitu asimilasi dam akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses mental dimana anak-anak menambahkan informasi baru kedalam skema yang sudah ada. Pada proses ini anak-anak memasukkan faktor lingkungan ke dalam skema yang telah dimiliki. Akomodasi merupakan suatu proses dalam bentuk penyesuaian yang melibatkan perubahan atau penggantian skema akibat ada informasi yang tidak sesuai dengan skema lama bahkan dapat terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Pada proses ini anak-anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya.
Jean Piaget adalah seorang tokoh besar di bidang psikologi perkembangan terutama dalam bidang perkembangan kognitif anak. Dijelaskan oleh Piaget, dalam memahami dunia mereka secara aktif anak-anak menggunakan skema yaitu sebuah konsep di dalam pikiran seseorang yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengartikan informasi yang didapat dan dapat membantu untuk menginterpretasi dan memahami dunia. Skema bisa berupa skema sederhana maupun skema yang sudah kompleks. Ada dua buah proses yang bertanggung jawab atas cara anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka, yaitu asimilasi dam akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses mental dimana anak-anak menambahkan informasi baru kedalam skema yang sudah ada. Pada proses ini anak-anak memasukkan faktor lingkungan ke dalam skema yang telah dimiliki. Akomodasi merupakan suatu proses dalam bentuk penyesuaian yang melibatkan perubahan atau penggantian skema akibat ada informasi yang tidak sesuai dengan skema lama bahkan dapat terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Pada proses ini anak-anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya.
Kemudian konsep Piaget yang lain adalah organisasi yang artinya adalah usaha untuk mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah ke dalam urutan yang lebih teratur dalam sistem fungi kognitif. Setiap level akan diorganisasikan dan perbaikan terus menerus terhadap organisasi ini adalah bagian yang saling bersatu padu dalam perkembangan. Melalui proses asimilasi dan akomodasi sistem kognisi anak berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap lainnya yang lebih tinggi. Kedua proses tersebut juga dilakukan untuk mencapai keadaan ekuilibrium yaitu keadaan dimana terjadi pergereran dari satu tahap pemikiran ke tahap selanjutnya saat anak mengalami konflik kognitif atau disekuilibrium dalam usahanya memahami dunia yang pada akhirnya konflik itu dapat dipecahkan dan anak mendapat keseimbangan pemikiran.
b. Perkembangan Kognitif
Piaget membagi tahap perkembangan kognitif menjadi empat yang masing masing berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan pikiran yang berbeda. Tahapan-tahapan tersebut adalah :
1. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini pemahaman tentang dunia atau pengalaman diperoleh anak dengan mengorganisasikan pengalaman sensori koordinasi alat indera mereka dengan gerakan otot mereka. Pada tahap ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Karena bayi lahir dengan refleks bawaan kemudian seiring dengan pertumbuhan mereka skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Ketika bayi, anak-anak tidak dapat membedakan antara dirinya dan dunianya serta tidak memiliki pemahaman tentang kepermanenan objek. Menjelang akhir periode sensorimotor, anak mulai bisa membedakan antara dirinya dan dunia sekitarnya dan menyadari bahwa objek tersebut ada dari waktu ke waktu.
Piaget membagi tahap perkembangan kognitif menjadi empat yang masing masing berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan pikiran yang berbeda. Tahapan-tahapan tersebut adalah :
1. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini pemahaman tentang dunia atau pengalaman diperoleh anak dengan mengorganisasikan pengalaman sensori koordinasi alat indera mereka dengan gerakan otot mereka. Pada tahap ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Karena bayi lahir dengan refleks bawaan kemudian seiring dengan pertumbuhan mereka skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Ketika bayi, anak-anak tidak dapat membedakan antara dirinya dan dunianya serta tidak memiliki pemahaman tentang kepermanenan objek. Menjelang akhir periode sensorimotor, anak mulai bisa membedakan antara dirinya dan dunia sekitarnya dan menyadari bahwa objek tersebut ada dari waktu ke waktu.
Tahap sesorimotor ini terbagi atas beberapa sub-tahapan yaitu :
1.
Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir
sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2.
Sub-tahapan fase reaksi
sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3.
Sub-tahapan fase reaksi
sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
4.
Sub-tahapan koordinasi
reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia
sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat
objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat
dari sudut berbeda (permanensi objek).
5.
Sub-tahapan fase reaksi
sirkular tersier, muncul dalam usia dua
belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6.
Sub-tahapan awal
representasi simbolik, berhubungan terutama
dengan tahapan awal kreativitas.
2. Tahap praoperasional
(usia 2-7 tahun)
Tahap ini merupakan tahap pemikiran yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis. Tahap ini dibagi atas dua sub-tahapan yaitu sub-tahap fungsi simbolis yang terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. Dalam tahap ini anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek yang tak hadir dengan gambaran dan kata-kata tetapi pemikirannya masih bersifat egosentris dan animisme. Hal ini memperluas dunia mental mereka hingga mencakup dimensi-dimensi baru. Egosentris adalah keadaan dimana anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain sedangkan animisme adalah kepercayaan bahwa objek tak bernyawa adalah hidup dan bisa bergerak. Sub-tahapan yang selanjutnya adalah sub-tahap pemikiran intuitif yang terjadi antara usia 4-7 tahun. Piaget menyebut tahap ini sebagai tahap yang intuitif karena anak-anak merasa yakin tentang pemahaman mereka mengenai suatu hal tetepi tanpa menggunakan pemikiran rasional.
Tahap ini merupakan tahap pemikiran yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis. Tahap ini dibagi atas dua sub-tahapan yaitu sub-tahap fungsi simbolis yang terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. Dalam tahap ini anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek yang tak hadir dengan gambaran dan kata-kata tetapi pemikirannya masih bersifat egosentris dan animisme. Hal ini memperluas dunia mental mereka hingga mencakup dimensi-dimensi baru. Egosentris adalah keadaan dimana anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain sedangkan animisme adalah kepercayaan bahwa objek tak bernyawa adalah hidup dan bisa bergerak. Sub-tahapan yang selanjutnya adalah sub-tahap pemikiran intuitif yang terjadi antara usia 4-7 tahun. Piaget menyebut tahap ini sebagai tahap yang intuitif karena anak-anak merasa yakin tentang pemahaman mereka mengenai suatu hal tetepi tanpa menggunakan pemikiran rasional.
Anak-anak
dapat mengklasifikasikan objek hanya menggunakan satu ciri saja, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Pada tahap ini anak juga mulai
banyak mengajukan pertanyaan dan ingin tahu semua jawaban dari pertanyaan
tersebut.
3. Tahap operasional konkrit (usia 7-11tahun)
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak.
3. Tahap operasional konkrit (usia 7-11tahun)
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak.
Proses-proses penting
selama tahapan ini adalah:
·
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan
objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda
berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke
yang paling kecil.
·
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi
nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya,
atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)
·
Decentering—anak mulai mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh
anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya
dibanding cangkir kecil yang tinggi.
·
Reversibility—anak mulai
memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
·
Konservasi—memahami bahwa kuantitas,
panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan
atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak
diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap
sama banyak dengan isi cangkir lain.
·
Penghilangan sifat
Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain
(bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
4. Tahap operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Pada tahap ini diperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Para remaja ini mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau saat peristiwanya berlangsung sehingga dapat memecahkan permasalahan yang sifatnya verbal. Selain itu pada proses ini terdapat kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinan-kemungkinan atau spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan orang lain. Mereka juga mulai berpikir menyerupai ilmuwan. Mereka menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis munguji solusi-solusi manakah yang dapat berhasil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Psikologi Kognitif merupakan salah satu
cabang dari psikologi umum yang mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala
kehidupan mental atau psikis yang berkaitan dengan cara manusia berfikir,
seperti dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan yang masuk melalui
penginderaan, menghadapi masalah atau problem untuk mencari suatu penyelesaian,
serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan
dalam menghadapi tunututan hidup sehari-hari.
Piaget membagi tahap perkembangan kognitif menjadi empat
yang masing masing berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan pikiran yang
berbeda. Tahapan-tahapan tersebut adalah
Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). Dalam
tahap ini pemahaman tentang dunia atau pengalaman diperoleh anak dengan
mengorganisasikan pengalaman sensori koordinasi alat indera mereka dengan gerakan
otot mereka. Pada tahap ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang
tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Kedua
adalah Tahap praoperasional (usia 2-7
tahun) Tahap ini merupakan tahap pemikiran
yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih
bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis. Tahap ini dibagi atas dua
sub-tahapan yaitu sub-tahap fungsi simbolis yang terjadi kira-kira antara usia
2-4 tahun, Ketiga adalah Tahap operasional
konkrit (usia 7-11tahun), yang pada umumnya
anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda
konkrit. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif tetapi hanya dalam
situasi konkret, dan yang terakhir adalah Tahap
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa), dimana Pada tahap ini diperoleh kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial.
B.
Saran
Hendaknya pengetahuan tentang
kognitif siswa perlu dikaji secara
mendalam oleh para calon guru dan para guru demi
menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif
siswa , guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkannya di kelas, yang
pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan
oleh guru di kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh siswa
merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran di kelas. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan siswa melalui kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara
kelompok.
Hmm...Nice Paper
BalasHapusMksih banyak dah mampir, :D
BalasHapus