1). Pengertian Tasawuf
Dalam mengajukan teori tentang pengertian tasawuf, baik secara bahasa maupun secara istilah, para ahli ternyata berbeda pendapat. Secara bahasa, pengertian tasawuf dapat di lihat menjad beberapa macam pengertian, seperti di bawah ini:
Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang di konotasikan dengan “ahlul suffah”, yang berarti sekelompok orang di masa Rasulullah yang hidupnya banyak berdiam di serambi-serambi mesjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kedua, ada yang mengatakan tasawuf berasal dari kata “shafa”. Kata shafa ini berarti sebagai nama-nama orang yang “bersih” atau “suci”.
Ketiga, ada yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shaf”. Makna shaf artinya orang-orang yang juikashalat selalu berada di shaf paling depan.
Keempat, ada yang mengatakan istilah tasawuf di nisbahkan kepada orang-orang bani shufah.
Kelima, ada yang menagatakan berasal dari kata “saufi”, yang artinya kebijaksanaan.
Keenam, ada yang mengatakan tasawuf berasal dari kata “shaufanah”, yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu banyak yang tumbuh di padang pasir di tanah Arab serta pakaiannya berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam kesederhanaannya.
Ketujuh, ada juga yang mengatakan berasal dari kata “shuf”, yang berarti bulu domba atau wool.
Dari ketujuh pengertian tasawuf di atas maka dapat di simpulkan bahwa kaum sufi adalah seseorang yang mengenakan wol untuk kesuciannya, menyiksa dan menekan nafsunya, serta berjalan di jalan Nabi.
2). Pengertian Tasawuf menurut perspektif para ahli
Adapun pengertian tasawuf berdasarkan istilah, telah banyak di rumuskan oleh ahli, yang satu sama lain berbeda sesuai dengan pemikirannya masing-masing. Di antara pendapat ahli itu adalah sebagai berikut:
1. Menurut Al-Jurairi. Ketika di Tanya tentang tasawuf Ia mengatakan :“Memasuki segala budi (akhlak) yang bersifat luhur dan keluar dari budi pekerti yang rendah”.
2. Menurut Al-Junaidi. Ia mengatakan rumusan tentang tasawuf “ Adalah beserta Allah tanpaadanya penghubung”.
3. Menurut Abu Hamzah. Ia mengatakan cirri dari ahli tasawuf adalah berfakir setelah ia kaya, merendahkan diri setelah bermegah-megah , menyembunyikan diri setelah terkenal , dan tanda sufi palsu adalah kaya setelah ia fakir, bermegah-megahan setelah ia hina, dan tersohor setelah ia bersembunyi.
4. Menurut Abu Bakar Aceh tasawuf adalah mencari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani.
5. Harun Nasution menyatakan bahwa tasawuf adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan melalui pengasingan diri dan berkontemplasi.
6. Muhammad Abdul Haq Ansari menyatakan bahwa ketika Abu Husein An-Nuri ditanya tasawuf itu apa, beliau menjawab : tasawuf bukanlah gerak lahiri (rasm) atau pengetahuan (ilm), tetapi ia adalah kebajikan (khulq).
7. Al-Junaid menyatakan tasawuf adalah penyerahan dirimu kepada Allah, dan bukan untuk tujuan lain. Sedang Sahl Ibn Abdullah al-Tustari mengatakan tasawuf adalah makan sedikit , demi mencari damai dalam Allah SWT dan menarik diri dari pergaulan ramai.
8. Ma’ruf al-Kharkhi mengatakan tasawuf adalah memilih Tuhan dan berputus asa terhadap apa saja yang ada di tangan para makhluk.
9. Abu Muhammad al-Jurarai menyatakan bahwa tasawuf adalah masuk ke dalam budi menurut contoh yang ditinggalkan Nabi dan keluar dari budi yang rendah.
3). Karasteristik Tasawwuf
Tasawuf umumnya memiliki lima ciri yang bersifat psikis, moral dan epistemologi, yaitu sebagai berikut :
1. Tasawuf adalah peningkatan moral. Setiap tasawuf atau mistisisme memiliki nilai-nilai moral tertentu yang tujuannya untuk membersihkan jiwa dalam rangka merealisasikan nilai-nilai moral itu. Dengan sendirinya, dalam tasawuf memerlukan latihan-latihan fisik-psikis tertentu, serta pengekangan diri dari materialisme duniawi.
2. Pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak. Artinya dengan latihan-latihan fisik serta psikis yang ditempuhnya, akhirnya seorang sufi atau mistikus sampai pada kondisi kejiwaan tertentu, dimana dia tidak lagi merasakan adanya diri atau keakuannya. Bahkan dia merasa kekal abadi dalam Realitas Yang Tertinggi.
3. Pengetahuan intuitif langsung. Ini adalah norma dalam epistemologis. Apabila dengan filsafat, seseorang memahami realitas dengan metode-metode intelektual. Intuisi menurut para ahli sufi bagaikan sinar kilat yang muncul dan perginya selalu tiba-tiba.
4. Kententraman atau kebahagiaan. Ini merupakan karakteristik khusus pada semua bentuk tasawuf atau mistisisme. Sebab tasawuf diniatkan sebagai penunjuk atau pengendali berbagai dorongan hawa nafsu
5. Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan , yang dimaksud dengan penggunaan simbol ialah bahwa ungkapan-ungkapan yang dipergunakan para sufi ataupun mistikus itu biasanya mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian yang ditimba dari harfiah kata-kata. Kedua, pengertian yang ditimba dari analisa serta pendalaman. Dengan demikian,tasawuf merupakan pengalaman yang subyektif.
Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.
Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci.
Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itu memang bertentangan dengan ajaran al-Qur’an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?
Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur’an dan Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, “Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil.”
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis berikut, “Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenal.”
Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusia dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan rohnya dengan roh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
5). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf Dalam Islam
- Pertumbuhan Tasawuf
Jauh sebelum lahirnya agama islam, memang sudah ada ahli Mistik yang menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya; antara lain terdapat pada India Kuno yang beragam Hindu maupun Budha. Orang-orang mistik tersebut dinamakan Gymnosophists oleh penulis barat dan disebut al-hukama’ul uroh oleh penulis Arab. Yang dapay diartikan sebagai orang-orang bijaksana yang berpakaian terbuka. Hal tersebut dimaksudkan, karena ahli-ahli mistik orang-orang India selalu berpakaian dengan menutup separuh badannya.
Selanjutnya dapat dikemukakan beberapa nash yang mengandung ajaran tasawuf yaitu:
a. Nash-nash al-qur’an, antara lain QS; Al-Ahzab ayat 41-42 yang artinya: : Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya di waktu pagi dan petang”.
b. Nash-nash hadits yang antara lain artinya berbunyi;” Bersabda Rosulullah saw: takutilah firasat orang-orang mu’min, karena ia dapat memandang dengan nur (petunjuk Allah). H.R.Bukhary yang bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudriyyi.
Kehidupan Rosulullah saw yang menggambarkan kehidupan sebagai sufi yang sangat sederhana, karena beliau menjauhkan dirinya dari kehidupan mewah, yang sebenarnya merupakan amalan zuhud dalam ajaran Tasawuf.
- Perkembangan Tasawuf
a. Pada abad pertama dan kedua Hijriyah
1. Perkembangan tasawuf pada masa sahabat
Para sahabat juga mencontohi kehidupan rosulullah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhannya.
Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai maha guru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada kehidupan shufi, para sahabat-sahabat tersebut antara lain, Khulafaurrasyidin, Salman Al-Farisiy, Abu Dzarr Al-Ghifary, dll.
2. Perkembangan tasawuf pada masa tabi’in
Ulama-ulama sufi dari kalangan tabi’in adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan shahabat. Kalau berbicara tasawuf dan perkembangannya pada abad pertama, dengan mengemukakan tokoh-tokohnya dari kalangan shahabat, maka pembicaraan perkembangan tasawuf pada abad kedua dengan tokoh-tokohnya pula. Tokoh-tokoh ulama sufi Tabi’in antara lain, Al-Hasan Al-Bashry,Rabi’ah Al-Adawiyah, Sufyaan bin sa’id Ats-Tsaury, Daud Ath-Thaaiy, dll.
b. Pada abad ketiga dan keempat hijriyyah.
1. Perkembangan tasawuf pada abad ketiga hijriyyah
Pada abad ini perkembangan tasawuf pesat, hal ini ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang pada masa itu, sehingga mereka membaginya ke dalam tiga macam, yakni; Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, ilmu akhlaq dan Metafisika. Tokoh-tokoh sufi pada masa ini diantaranya; Abu Sulaiman Ad-Daaraany, Ahmad bin Al-Hawaary Ad-Damasqiy, Abul Faidh Dzuun Nun bin Ibrahim Al-Mishry, dll.
2. Perkembangan tasawuf pada abad ke empat hijriyyah
Pada abad ini ditamdai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan kemajuannya di abad ketiga hijriyyah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Tokoh-tokoh sufinya antara lain Musa Al-Anshaary, Abu Hamid bin Muhammad, Abu Zaid Al-Adamy, Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahhab, dll.
c. Pada abad kelima hijriyyah
Disamping adanya pertentangan yang turun temurun antara Ulama sufi dengan ulama Fiqih, maka pada abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mahzab Syi’ah ismaa’iliyah; yaitu suatu mahzab yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib. Karena menganggapnya bahwa dunia ini harus diatur oleh imam, karena dialah yang langsung menerima petunjuk dari Rosulullah saw.
Menurut mereka ada 12 imam yang berhak mengatur dunia ini yang disebut sebagai imam mahdi, yang akan mmenjelma ke dunia dengan membawa keadilan dan memurnikan agama islam. Kedua belas imam itu adalah:
- Ali bin Abi Thalib
- Hasan bin Ali
- Husein bin Ali
- Ali bin Husein
- Muhammad Al-Baakir bin Ali bin Husein
- Ja’far shadiq bin Muhammad Al Baakir
- Musa Al-Kazhim bin Ja’far Shadiq
- Ali Ridhaa bin Kazhim
- Muhammad Jawwad bin Ali Ridha
- Ali Al-Haadi bin Jawwaad
- Hasan Askary bin Al-Haadi
- Muhammad bin Hasan Al-Mahdi
d. Pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah
1. Perkembangan tasawuf pada abad keenam Hijriyyah; para ulama yang sangat berpengaruh pada zaman ini adalah Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy, Al-Ghaznawy,
2. Perkembangan tasawuf pada abad ketujuh Hijriyyah; ada beberapa ahli tasawuf yang berpengaruh di abad ini diantaranya; Umar Abdul Faridh, Ibnu Sabi’iin, Jalaluddin Ar-Ruumy, dll.
e. Pada abad kesembilan, kesepuluh Hijriyyah dan sesudahnya.
Dalam beberapa abad ini, betul-betul ajaran tasawuf sangat sunyi di dunia islam, artinya nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah. Factor yang menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf ini antara lain; ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat islam. Serta adanya penjajah bangsa eropa yang beragama Nasrani ynag menguasai seluruh negeri islam.
6). Cara Sufi Mendekatkan Diri Kepada Allah
Untuk berada dekat pada Tuhan, seorang sufi harus menempuh jalan panjang yang berisi stasion-stasion, yang disebut maqamat atau stages dan stations dalam istilah Inggris. Buku-buku tasawwuf tidak selamanya memberikan angka dan susunan yang sama tentang stasion-stasion ini Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi, umpamanya, memberikan dalam buku al-Ta’arruf Ii Mazhab Ahli al-Tasawuf : tobat – zuhud – sabar – kefakiran – kerendahan hati – takwa – tawakal – kerelaan – cinta – ma`rifat
Menurut Harun Nasution, mengutip pernyataan Abu Nasr al-Sarraj al-Tusi menyebut dalam al-Luma’ tobat – wara’ – zuhud – kefakiran – sabar – tawakal – kerelaan hati. Sedangkan menurut Abu Hamid Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘ulum al-Din memberikan : tobat – sabar – kefakiran – zuhud – tawakal – cinta – ma’rifat – kerelaan. Sedangkan Abu al-Qasim Abd al-Karim al-Qusyairi, mangatakan itu adalah yang berikut: tobat – wara` – zuhud – tawakkal – sabar – kerelaan.
Tetapi yang biasa disebut ialah: Tobat – zuhud – sabar – tawakkal – kerelaan. Di atas stasion-stasion ini adalagi: cinta – ma’rifat – fana’ dan baka – persatuan. Dan persatuan dapat mengambil bentuk al-hulul atau wandat al-wujud .
Di samping istilah maqam ini terdapat pula dala literatur Tasawwuf istilah hal. Hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut adalah : takut – rendah hati – patuh – ikhlas – rasa berteman – gembira hati – syukur. Hal, berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi diperdapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqarn, hal bersifat sementara, datang dan pergi; datang dan pergi bagi seorang sufi dalarn perjalanannya mendekati Tuhan.
Jalan yang harus dilalului oleh seorang sufi tidaklah licin dan dapat ditempuh dengan mudah. Jalan itu sulit, dan untuk pindah dari satu stasion ke stasion lain itu menghendaki usaha yang berat dan waktu yang panjang. Terkadang seorang calon sufi harus bertahun-tahun tinggal dalam