Contoh Penelitian Psikologi Pendidikan (Translated Journal)





“KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU-GURU PEMULA SELAMA TIGA TAHUN MENGAJAR: Efikasi Diri, Penyebab Stress, Ketegangan dan Ketidakpuasan Kerja”

Hasil Translasi dari Jurnal Michelle Helms-Lorenz dan Ridwan Maulana (2015)




A. Latar Belakang

Mengajar merupakan tugas yang kompleks seiring dengan tuntutan lingkungan. Kompleksitas dalam tugas mengajar sering menimbulkan masalah bagi beberapa guru. Sejumlah pakar menunjukkan bahwa pekerjaan seperti mengajar sangat rentan akan tekanan psikologis dan kelelahan daripada pekerjaan lainnya (Johnson et al, 2005;. Kyriacou, 001). Dengan hilangnya harapan akan kesejahteraan membuat banyak guru meninggalkan profesi mereka sehingga menimbulkan keprihatinan terutama bagi negara dengan jumlah tenaga kerja guru yang sangat minim. Kekurangan guru diakui sebagai ancaman besar bagi kualitas pendidikan (OECD, 2004). Olehnya itu tiap negara perlu memberikan perhatian lebih pada guru.

Di Belanda, misalnya, lowongan guru pada pendidikan menengah semakin meningkat tiap tahunnya (Departemen Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, 2009). Lowongan tersebut tentu tidak akan dilewatkan oleh guru pemula, baik calon guru yang memiliki kualifikasi mantap ataupun calon guru yang memiliki berbagai pengalaman dan beralih profesi demi mengejar karir untuk mengajar. Namun, rata-rata, guru yang memiliki pengalaman minim cenderung memperlihatkan perilaku mengajar yang kurang efektif di dalam kelas (Maulana, Helms-Lorenz, & Van de Grift 2014; Van de Grift, 2007). Oleh karena itu penting untuk mengambil tindakan yang tepat dan pada saat yang sama meningkatkan pengembangan profesionalitas guru-guru pemula.

Dalam upaya mempromosikan guru untuk loyal di profesi mereka, guru seharusnya didukung secara memadai di tempat kerja mereka. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi dampak negatif atas kelelahan emosional, pencapaian yang rendah dan ketidakpuasan kerja (Kinman, Wray, & Strange, 2011). Dalam perspektif peneliti, setidaknya dukungan sosial serta dukungan profesional dapat diaplikasikan bahkan pada tahap awal untuk setiap guru pemula, agar terhindar dari berbagai pengaruh buruk yang berkepanjangan. Kasus yang memprihatinkan terjadi di Amerika, yaitu sebanyak 40% Guru pemula meninggalkan profesi mereka hanya dalam waktu 5 tahun (Smith & Ingersoll, 2004). Alasan yang paling umum terkait dengan tekanan dari berbagai pihak dan karakteristik pribadi; seperti beban kerja yang tinggi, kurangnya komunikasi dan dukungan oleh pihak administrasi dan mentor, minimnya feedback dari murid, dan hubungan yang buruk dengan rekan-rekan. Mengajar memang bukanlah merupakan urusan yang mudah walaupun juga tidak termasuk masalah rumit yang membutuhkan penanganan serius, oleh karena itu sangat penting untuk guru pemula menerima dukungan yang mendalam dari lingkungan kerja mereka demi mempertahankan kesejahteraan emosional murid, dimana hal itu tentu akan berdampak pada keadaan psikologis dan fisik mereka (Brennan, 2006; Hargreaves, 2000).

Dalam upaya memberikan dampak positif yang signifikan bagi guru pemula, sebuah penelitian yang belangsung selama satu tahun telah menguji hubungan antara proses psikologis dan mengidentifikasi faktor-faktor psikologis dari guru-guru pemula. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses psikologis sangat erat terkait dengan proses mengajar mereka. Kesejahteraan psikologis dapat dipertahankan melalui tindakan konsisten dari dukungan tertentu oleh berbagai pihak sosial dan profesional (Helms-Lorenz, Slof, & Van de Grift, 2013). Namun, penelitian tersebut didasarkan pada desain pre-/posttest dengan menggunakan analisis regresi. Akibatnya, studi ini mengabaikan struktur hirarkis data. Mengingat struktur hirarkis data, penerapan (single-level) regresi tradisional analisis kurang tepat karena hasil yang dihasilkan akan cenderung berlebihan. Biasanya, mengabaikan struktur data hirarkis dalam analisis 'umumnya akan menyebabkan kesalahan standar regresi koefisien. Sebaliknya, pemodelan multilevel akan lebih tepat untuk jenis data tersebut (Snijders & Bosker, 2012). Selain itu, penting untuk menyelidiki apakah dukungan sosial dan profesional longitudinal (tahan lama) benar-benar memiliki dampak bagi kesejahteraan psikologis guru-guru pemula.

Terdapat beberapa faktor yang memicu tekanan pada guru. Faktor-faktor tersebut meliputi persiapan mengajar, kuantitas pengajaran, beban kerja dan tuntutan administrasi, kenakalan murid, waktu/sumber daya, ketidakseimbangan antara usaha dan manfaat, dan hubungan yang buruk (Boyle et al, 1995;. Clunies-Ross Little, & Kienhuis, 2008; Hastings & Bham, 2003; Griva & Joekes, 2003). Ketika penyebab stres tidak ditangani dengan baik dan menjadi semakin parah selama jangka waktu yang lama, cepat atau lambat, kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan dan akhirnya meninggalkan profesi mereka sebagai guru (Betoret, 2006). Kemampuan guru untuk mengatasi situasi yang mengancam tampaknya dimediasi oleh efikasi diri mereka sendiri. Efikasi diri merupakan keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Keyakinan ini menentukan apakah tindakan akan dimulai, berapa banyak usaha akan dihabiskan, dan berapa lama akan dipertahankan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan (Bandura, 1997).

Dalam rangka memperluas basis pengetahuan mengenai kesejahteraan psikologis guru dan peran dukungan sosial dan profesional bagi guru-guru pemula, penelitian ini juga mengkaji hubungan antara psikologis kesejahteraan guru-guru pemula dan peran pengaturan induksi (seperti pengurangan beban kerja, adaptasi lingkungan sekolah, pengembangan profesionalitas dan kegiatan pengajaran yang efektif) sebagai sarana pendukung untuk kesejahteraan psikologis guru-guru pemula secara longitudinal. Penelitian ini berkontribusi untuk memberikan perkembangan yang efektif dan menghasilkan program yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan bagi guru-guru pemula.

Beberapa penelitian terkait dengan judul penelitian ini, sebagian didasarkan pada penelitian non-eksperimental, kecuali penelitian Helms-Lorenz et al. (2013). Penelitian eksperimental diperlukan untuk menentukan sebab dan akibat dengan cara yang lebih tepat (Schneider, Carnoy, Kilpatrick, Schmidt, & Shavelson, 2007). Apakah dukungan menyebapkan perkembangan atau guru pemula yang cepat berkembang menarik lebih banyak dukungan? Selain itu, sebagian besar penelitian yang disebutkan sebelumnya tidak lebih dari 1 tahun (data cross-sectional). Dengan memperpanjang waktu penelitian sampai beberapa tahun. Hal ini berguna untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kesejahteraan psikologis guru pemula untuk jangka waktu yang panjang.

Sebagian besar penelitian yang disebutkan di atas dianalisis dalam kerangka statistik single-level. Mengetahui bahwa sebagian besar data dalam penelitian pendidikan yang terstruktur secara hierarkis, analisis multilevel menawarkan cara yang lebih baik untuk menganalisis data hirarkis tersebut. Akhirnya, berdasarkan penelitian yang disebutkan sebelumnya terdapat kesenjangan yang masih mengundang pertanyaan dibenak peneliti, yakni bagaimana penelitian longitudinal dapat mempengaruhi kesejahteraan dan perilaku para guru pemula. Atas dasar itu penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara kesejahteraan psikologis guru-guru pemula dan pengaturan induksi (program) selama tiga tahun masa mengajar, dengan nggunakan desain eksperimental dan menggabungkan kerangka multilevel untuk menganalisis data.



B. Rumusan Masalah

Berdasarkan ulasan sebelumnya, peneliti merumuskan beberapa poin yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini;

1. Bagaimana hubungan longitudinal antara efikasi diri, penyebab stres dan tanggapan pekerjaan yang dirasakan oleh guru pemula?

2. Bagaimana hubungan diferensial antara sekolah-sekolah yang memberikan kontribusi berupa pengaturan induksi dengan sekolah tanpa pengaturan induksi.

C. Objek Penelitian

Beberapa sekolah menengah di Belanda berpartisipasi dalam penelitian ini, berikut diuraikan dalam bentuk populasi dan sampel.

1. Populasi

Objek penelitian ini berlokasi di beberapa sekolah menengah di Negara Belanda yang terdiri dari 62 sekolah yang berbeda. Responden penelitian ini secara keseluruhan berjumlah sebanyak 338 guru pemula (dengan 55% diantaranya adalah perempuan).

2. Sampel

Sample dalam penelitian ini terdiri dari 223 guru bersertifikat yang memiliki pengalaman mengajar kurang dari tiga tahun, 80 guru yang tidak bersertifikat, dan selebihnya 35 guru yang sama sekali belum teridentifikasi statusnya. Pemilihan sampel telah dilakukan secara acak.



D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif dengan Pendekatan Longitudinal yang bertujuan untuk mempelajari pola dan urutan perkembangan /perubahan objek sejalan dengan berlangsungnya perubahan waktu. Penelitian terdiri dari dua kondisi, yaitu kondisi experimental dan kondisi control. Kondisi eksperimental ditujukan untuk 34 sekolah, yang terdiri dari 180 guru-guru pemula, pengaturan induksi dikembangkan dan dilaksanakan secara kooperatif bersama peneliti. Pada kondisi kontrol ditujukan untuk 28 sekolah, yang terdiri dari 158 guru-guru pemula, dimana sekolah secara teratur mengikuti proses seperti biasa dan tanpa menerima perlakuan apapun dari peneliti.

E. Teknik pengumpulan data

Peneliti menggunakan Kuesioner Elektronik tentang kesejahteraan psikologis guru dalam mengumpulkan data. Kuesioner diberikan sebanyak empat kali selama tiga tahun. Selama tahun pertama, kuesioner dibagikan sebanyak dua kali, yaitu sekali pada awal tahun ajaran dan sekali pada akhir tahun ajaran. Dalam tahun-tahun berikutnya, kuesioner dibagikan pada akhir tahun ajaran. Biasanya dalam penelitian longitudinal, sejumlah guru-guru pemula meninggalkan penelitian dari waktu ke waktu karena berbagai alasan, termasuk pindah ke sekolah lain, menghentikan pekerjaan, serta alasan yang tidak diketahui. Untuk lebih detail, informasi tentang data responden dapat dilihat pada tabel berikut;


F. Teknik analisis data

Mengingat penelitian ini didasarkan atas hubungan multilevel longitudinal, terdapat beberapa variabel yang menjadi konsentrasi dalam kuesioner, yaitu; longitudinal efikasi diri, penyebab tekanan, reaksi akibat tekanan dan variabel background.

1. Efikasi Diri

Kuesioner tentang efikasi diri menggunakan bahasa Belanda dan terdiri atas dua bagian: (1) efikasi diri kelas (19 item, α = 0,94, misalnya; 'Sejauh mana Anda mampu mengatasi gangguan di kelas tanpa mengeraskan suara Anda?') Dan ( 2) efikasi diri sekolah (14 item, α = 0,89, misalnya; 'sejauh mana Anda terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan di sekolah Anda?'). Para guru pemula memberikan jawaban dari Kuesioner berdasarkan ‘lima poin’ skala Likert mulai dari 'tidak pernah' hingga 'selalu'.

2. Penyebab tekanan

Berbeda dengan Efikasi Diri, Pengukuran Penyebab tekanan terdiri dari empat bagian: (1) tinggi tuntutan tugas (25 item, α = 0,87, misalnya; '? Seberapa sering Anda percaya bahwa Anda harus bekerja keras'), (2) kurangnya kesempatan belajar (10 item, α = 0,93, misalnya; 'sejauh mana Anda memiliki kesempatan untuk belajar hal-hal baru?'), (3) keterbatasan dalam mengatur (19 item, α = 0,90, misalnya; 'sejauh mana situasi pekerjaan yang anda alami memungkinkan Anda untuk memutuskan sendiri bagaimana melakukan pekerjaan itu ') dan (4) aspek hubungan sosial yang buruk (40 item, α = 0,85, misalnya;'? sejauh mana Anda menerima kecukupan informasi berkaitan dengan fungsi Anda sebagai anggota organisasi? ').



3. Reaksi terhadap tekanan (stress)

Untuk reaksi terhadap tekanan, variabel ini terdiri dari dua bagian: (1) ketegangan kerja berisis tentang laproan mental dan kekhawatiran emosional (27 item, α = 0,94, misalnya; 'Seberapa sering Anda merasa khawatir akan pekerjaan Anda di waktu senggang?') dan (2) ketidakpuasan kerja mengenai kurangnya kesenangan dan komitmen terhadap pekerjaan (21 item, α = 0,89, misalnya; 'Seberapa sering Anda mempertimbangkan untuk mengganti pekerjaan anda sekarang?'). Seluruh item dinilai dengan ‘empat poin’ skala Likert, mulai dari 'selalu' hingga 'tidak pernah' atau dari 'sangat setuju' hingga ‘sangat tidak setuju'. Item lainnya dinilai pada skala dikotomis (yaitu ya atau tidak). Skor yang lebih tinggi menunjukkan bahwa guru-guru pemula merasakan tekanan dan/atau ketegangan kerja serta ketidakpuasan kerja.

4. Variabel Background

Beberapa variabel yang juga termasuk dalam analisis penelitian ini: Subjek Pengajaran (0 = ilmu pengetahuan, 1 = non-sains), Ukuran Kelas (0 = kelas kecil, 1 = kelas besar), 0 = kelompok kontrol, 1 = kelompok induksi), Tingkatan Kelas (0 = kelas yang lebih rendah, 1 = kelas yang lebih tinggi, Status Guru Bersertifikat (0 = tidak bersertifikat, 1 = bersertifikat) jenis kelamin guru (0 = laki-laki, 1 = perempuan).

G. Hasil

1. Analisis Awal

Analisis ini difokuskan pada ketegangan dan ketidakpuasan kerja pada setiap level. Berdasarkan hasil model nol dari analisis multilevel untuk ketegangan kerja, peneliti menemukan hampir 0% dari varians pada level sekolah, 70% pada level guru dan 30% pada level occasion (Perhitungan didasarkan pada model nol). Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara guru-guru pemula mengenai ketegangan kerja yang mereka rasakan serta perubahan ketegangan kerja yang dirasakan dari waktu ke waktu.

Untuk ketidakpuasan kerja, distribusi variannya adalah 2% pada level sekolah, 56% pada level guru dan 42% pada level occasion. Ketika memeriksa pengaruh seiring berjalannya waktu pada ketegangan dan ketidakpuasan kerja, hasilnya menunjukkan bahwa ketegangan kerja yang dirasakan cenderung meningkat secara linear. Walaupun demikian perubahan atas ketidakpuasan kerja yang dirasakan tidak linear, hal ini dibuktikan dengan adanya variasi berupa peningkatan, penurunan, perlambatan dan percepatan selama tiga tahun.

2. Hubungan Longitudinal variabel kesejahteraan psikologis

Hasil temuan bagian ini menunjukkan terdapat hubungan longitudinal negatif antara kelas guru pemula, efikasi diri dan ketegangan kerja yang mereka rasakan (β s = - 0,58 dan - 1,21, p <0,001, masing-masing). Demikian pula, kelas guru pemula dan efikasi diri kelas yang negatif terkait dengan ketidakpuasan kerja yang mereka rasakan (β s = - 0,49 dan - 0,47, p <0,001, masing-masing). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat efikasi diri yang dirasakan guru pemula (dari waktu ke waktu), maka semakin rendah tingkat ketegangan kerja yang mereka rasakan dan begitu pula dengan ketidakpuasan kerja. Efek efikasi diri pada ketegangan dan ketidakpuasan kerja tetap signifikan bahkan setelah adanya penyesuaian dengan waktu dan variabel background.

Hubungan longitudinal antara ketegangan dan tekanan kerja guru-guru pemula disebabkan oleh: tuntutan tugas yang tinggi, kurangnya kesempatan belajar, kurangnya kebebasan dalam mengatur, dan aspek hubungan organisasi yang buruk adalah positif (β s = 0,45, 0,19,. 16, .45, p <0,001, masing-masing). Demikian juga, hubungan antara ketidakpuasan kerja guru-guru pemula dan variabel penyebab tekanan juga positif (β s = 0,13, 0,16, 0,11, 0,26, p <0,001, masing-masing). Ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat penyebab tekanan yang dirasakan (dari waktu ke waktu), maka semakin tinggi tingkat ketegangan yang dirasakan dan begitu pula dengan ketidakpuasan. Setelah mengontrol waktu dan pengaruh dari variabel background, maka efek utama dari tekanan disebabkan oleh tuntutan tugas yang tinggi dan aspek hubungan organisasi yang buruk pada ketegangan kerja dan ketidakpuasan tetap signifikan. Efek utama dari stres yang disebabkan oleh kurangnya kesempatan belajar pada ketidakpuasan kerja juga tetap signifikan.

Pada efikasi diri dan variabel penyebab stress, sekitar 35% dari total varians dalam ketegangan kerja dan 31% dari total varians dalam ketidakpuasan kerja. Untuk ketegangan kerja, efikasi sekolah sekitar 5% dari varians, efikasi kelas 10%, tekanan yang disebabkan oleh: tinggi tuntutan tugas sekitar 23%, kurangnya kesempatan belajar 3%, kurangnya kebebasan mengatur 6% dan aspek buruknya hubungan organisasi sekitar 17%. Untuk ketidakpuasan kerja, efikasi diri sekolah adalah sekitar 12% dari varians, efikasi diri kelas 9%, tekanan yang dirasakan disebabkan oleh: tinggi tuntutan tugas 8%, kurangnya kesempatan belajar 11%, kurangnya kebebasan kemungkinan 9% dan aspek buruknya hubungan organisasi 23%.

3. Efek diferensial antara guru non-induksi dan induksi

Efek interaksi antara kondisi dan efikasi kelas pada ketegangan kerja menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (negatif) untuk kelompok induksi dan non-induksi. Walaupun demikian, efek dari efikasi kelas pada ketegangan kerja sangat kuat pada guru-guru dalam kelompok induksi dibandingkan dengan non-induksi. Hasil lain menunjukkan bahwa peningkatan efikasi kelas berhasil mengurangi ketegangan pekerjaan guru dalam kelompok induksi, sekitar sepuluh kali lebih kuat dibandingkan dengan guru pada kelompok non-induksi. Pada kelompok non-induksi, hubungan negatif tidak terlihat signifikan. Namun, efek interaksi antara kondisi dan efikasi diri sekolah menunjukkan hal yang berbeda. Pada kelompok induksi, terdapat hubungan yang positif antara efikasi diri dalam sekolah dan ketegangan kerja, yang berarti bahwa semakin tinggi efikasi diri guru maka semakin tinggi pula ketegangan mereka. Sedangkan pada kelompok non-induksi, terdapat hubungan negatif antara efikasi diri dalam sekolah dan ketegangan kerja, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi efikasi diri sekolah pada kelompok non-induksi, maka ketegangan mereka semakin rendah.

Pengaruh kelas dan efikasi sekolah pada ketidakpuasan kerja juga berbeda dengan kelompok kondisi (experimental) dan non-kondisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efek dari efikasi diri kelas pada ketidakpuasan kerja dalam kelompok induksi lebih kuat dibandingkan dengan kelompok non-induksi. Peningkatan efikasi diri mampu mengurangi ketidakpuasan kerja guru pada kelompok induksi sekitar enam belas kali lebih kuat dibandingkan dengan guru pada kelompok non-induksi. Pada akhirnya, efek efikasi diri sekolah pada ketidakpuasan kerja adalah sekitar delapan kali lebih lemah dalam induksi dibandingkan kelompok non-induksi. Namun, efek pada kedua kelompok negatif, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi efikasi sekolah, maka ketidakpuasan kerja cenderung semakin rendah.



H. Kesimpulan

Penelitian ini cenderung mengarah pada pengujian beberapa program yang tersusun dalam pengaturan induksi (seperti pengurangan beban kerja, adaptasi lingkungan sekolah, pengembangan profesionalitas dan kegiatan pengajaran yang efektif) sebagai sarana pendukung untuk kesejahteraan psikologis guru-guru pemula dengan melakukan pendekatan secara longitudinal. Hasil temuan dari penelitian ini diantaranya;

1. Guru-guru pemula yang percaya bahwa mereka dengan yakin melakukan kegiatan mengajar di kelas cenderung memiliki tingkat yang lebih rendah akan ketegangan dan ketidakpuasan kerja (dari waktu ke waktu). Hal ini membuktikan bahwa efikasi diri memiliki peran yang kuat bagi guru-guru pemula ketika mengalami berbagai tekanan setiap hari, termasuk ketegangan dan ketidakpuasan kerja.

2. Guru-guru pemula yang mengalami tekanan dan ketidakpuasan kerja secara longitudinal sangat berkaitan dengan tuntutan tugas psikologis yang tinggi, kurangnya kesempatan belajar, terbatasnya kemungkinan mengatur dan aspek sosial berupa buruknya hubungan organisasi.

3. Efek dari efikasi diri pada ketegangan kerja dan ketidakpuasan tergantung pada jenis efikasi diri (kelas dan konteks sekolah) dan kondisi (induksi versus non-induksi ).

4. Pengaturan induksi tampaknya menjadi sarana yang ampuh dalam memberikan kontribusi berupa dukungan sosial dan profesional dalam rangka efikasi diri dalam kelas sekaligus mengurangi tingkat ketegangan kerja para guru pemula.


Masih terdapat beberapa hal yang menarik perhatian peneliti menyangkut isu kesejahteraan psikologis khususnya di lingkungan pendidikan. Peneliti menyarankan bahwa untuk kedepan nanti, diharapakan akan ada penelitian yang mampu lebih fokus akan dampak kurangnya pengaturan induksi di sekolah-sekolah. Di sisi lain tidak menutup kemungkinan hadirnya beberapa program induksi yang baru sehingga pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi para guru, mencegah meninggalkan profesi mengajar mereka untuk jangka waktu yang panjang dan pada saat yang sama memberikan kesejahteraan psikologis.